Rabu, 06 November 2013

Jemari Sahabat

Dahulu kita pernah berbagi tawa, mengurai luka memulai bahagia. Disaat embun pagi mulai menghilang hingga senja mengukir warna emas dilangit nanti kita masih bersama. Sejenak ku ingat kita pernah bertengkar tentang hal – hal sederhana, lalu kita mulai menangis dan kembali seperti dahulu. Tangis itu tak akan abadi, karena kebersamaan kita telah mengubah langit yang kelam menjadi tata surya kita. Yah inilah kita, sederhana, pemimpi, kita bebas untuk beranjak sekalipun kaki kita lelah aku tak merasakannya ketika kita melangkah bersama.

Kita adalah dua jiwa yang bersatu, terikat dalam satu janti setia. Aku tak mampu mengejar bayang mu, sebab itu kau selalu setia menuntun ku untuk selalu seirama dengan langkah mu. Aku tak pandai mengeja, lalu kau dengan sabar mengajari ku setiap kata. Kau malam bagiku, kau anggap aku adalah siang bagi mu. Apakah kita saling melengkapi tanya ku. Lalu kau hanya tersenyum simpul seolah – olah kau tahu jawaban itu sudah ada dalam benak ku.

Wahai sahabat, dengarlah do’a sederhana ku untuk mu. Kata ku yang mungkin berarti untuk mu, untuk sekedar menemani mu ketika kau terjaga dan memeluk mu ketika kau terlelap. Dengarlah wahai sobat, dengarlah cerita kita kembali. Dahulu kau begitu ceria terhadap ku, menganggap setiap gerik ku adalah gelitik bagi mu. Kau tertawa, menggetarkan bibir mu. Menyihir ku untuk terjun ke dalam senyum itu. Aku tak tahu bagaimana kau melakukannya sahabat.

Sahabat, aku tahu tak ada satu hal pun di dunia ini yang sempurna. Tidak apa yang ada pada ku dan pada mu pula. Sahabat, pernah ada malam penuh bintang dan malam tanpa bintang dalam diri kita. Tidak ada yang sempurna dalam hidup kita, lalu kita saling melengkapi dan merapatkan jemari kita. Sahabat masih ingatkah engkau saat ku peluk engkau, ketika itu kau ketakutan berlari dan menangis. Ku sediakan bahuku, kau bersandar lalu air mata kita meleleh.

Sahabat aku rindu akan dirimu, kau yang selama ini begitu menjadi yang terbaik. Aku adalah bunga, ibarat kau adalah benang sari lalu putik lalu tangkai bunga, lalu kita akan berbaring bersama untuk selama  - lamanya.

Sahabat, maafkan aku. Jika aku masih seperti dulu, saat terakhir kau meninggalkan aku. Disini kesetiaan yang pernah kita ucapkan benar – benar dalam titik kerapuhan. Jangan kau tiup, ketika ku mulai menyusunnya. Bantulah aku untuk mendirikannya kembali. Kau mau kemana lagi, tidakkah kau rindu dengan sahabat mu ini. Tidakah kau mau tertawa bersama ku lagi. Tidakkah lagi ukiran – ukiran kecil itu menghibur mu sepulang dari kepergiaan mu.

Sahabat, kenanglah aku sebagai masa lalu mu jika kau tak lagi menganggap semua berarti bagi mu. Aku tak berhak mencegah mu, aku tak berhak untuk membatasi mu. Bahkan aku tak berhak untuk mengikat mu dalam persahabatan kita.


Sahabat, aku hanya ingin kau menyimpannya. Sisihkanlah sebagian dari hati mu untuk mengingat masa – masa bersama ku. lalu kau boleh meninggalkan ku, ketika kau teringat untuk kembali, berbaliklah masih ada tangan ku yang akan senang memeluk mu kembali, sebelum semua tak sanggup lagi ku berikan kepada mu sahabat.
Like This Article ?

0 komentar

Posting Komentar

Cari sesuatu?

Teman

 
 
Copyright © 2013 goldenbooks - All Rights Reserved
Golden Books - Powered By Blogger